Mungkin benar kata orang jika gampang marah maka seseorang akan mudah
terkena darah tinggi dan sakit jantung. Hal ini diperkuat sebuah studi
dari AS yang menemukan seseorang yang seringkali melampiaskan
kemarahannya memang berpeluang lebih besar mengalami serangan jantung.
Rincinya,
studi ini mengungkap bahwa pasien yang terus melampiaskan kemarahannya
selama setahun sebelumnya berpeluang dua kali lebih besar untuk
mengalami serangan jantung dua tahun setelahnya.
"Ada risiko
serangan jantung yang lebih tinggi dari ledakan kemarahan yang dialami
seseorang," ujar peneliti Elizabeth Mostofsky yang juga mahasiswa
postdoctoral dari Cardiovascular Epidemiology Research Unit, Harvard
Medical School, Boston seperti dilansir Reuters, Kamis (16/5/2013).
Bahkan
menurut peneliti, semakin besar amarahnya, termasuk melempar
barang-barang dan mengancam orang lain, maka risikonya juga akan semakin
tinggi. Ledakan amarah yang paling intens dikaitkan dengan risiko
serangan jantung empat kali lebih tinggi, sedangkan ledakan amarah yang
lebih ringan dapat mengakibatkan risiko dua kali lipat atau separuh dari
ledakan amarah intens.
"Kaitan tersebut juga secara konsisten
terlihat lebih kuat dengan kenaikan intensitas kemarahan, jadi bukan
semata kemarahan saja yang akan meningkatkan risiko Anda," tandas
Mostofsky kepada Reuters Health.
Data studi ini berasal dari
3.886 pasien yang ambil bagian dalam sebuah studi antara tahun 1989-1996
untuk menentukan faktor penyebab serangan jantung pada pasien-pasien
tersebut.
Kemudian ketika pasien mengalami myocardial infarction
atau 'serangan jantung' klasik selama empat hari, partisipan ditanyai
tentang sejumlah kejadian yang mereka alami setahun sebelumnya, begitu
pula dengan pola makan, gaya hidup, kebiasaan olahraga dan penggunaan
obat-obatan mereka.
Ternyata 1.484 partisipan dilaporkan
mempunyai riwayat ledakan kemarahan dalam setahun sebelumnya, bahkan 110
partisipan di antaranya melampiaskan kemarahannya dua jam sebelum
serangan jantung mereka terjadi.
Partisipan pun diminta mengingat
tingkat kemarahan mereka dengan skala tujuh poin, mulai dari marah
karena jengkel hingga marah lalu mengamuk dan menyebabkan seseorang
menjadi lepas kendali.
Setelah itu barulah peneliti dapat
menyimpulkan bahwa setiap kenaikan intensitas kemarahan maka risiko
serangan jantungnya akan meningkat dalam dua jam berikutnya. Risiko itu
juga 1,7 kali lebih besar setelah partisipan merasakan 'cukup marah
hingga kemarahan itu akan terlihat dari suaranya'; 2,3 kali lebih besar
setelah merasakan 'marah hingga tubuh menegang dan mereka mengepalkan
tinju serta gigi bergeretak'; dan 4,5 kali lebih besar setelah merasakan
'sangat marah hingga mengamuk, lepas kontrol, melempari barang-barang
dan menyakiti diri sendiri maupun orang lain'.
Yang tak kalah
penting, menurut peneliti, penyebab terbesar dari ledakan amarah
partisipan adalah masalah keluarga dan konflik di tempat kerja.
Untuk
menanggulanginya, Mostofsky dan rekan-rekannya menyarankan olahraga
rutin yang telah terbukti dapat menurunkan risiko serangan jantung.
Meski peneliti tidak menemukan perbedaan ledakan kemarahan dengan risiko
serangan jantung jangka pendek diantara orang-orang yang rutin
berolahraga dan yang tidak dalam studi ini, namun mereka memastikan jika
mempertahankan gaya hidup aktif tidaklah menyakitkan, justru
menguntungkan.
Studi ini telah dipublikasikan dalam The American Journal of Cardiology.
Post a Comment
Post a Comment
This Blog is DOFOLLOW, Well Please Comment and are not included in spam Thank You..
Cheers,
Admin