-->

Dibanding Korban, Pelaku Bullying Lebih Berisiko Kena Depresi

Bullying masih sering dialami oleh anak-anak, terutama di sekolah tapi mungkin tak banyak terekspos atau diketahui oleh orangtua dan guru. Padahal menurut sebuah studi baru, jika kondisi ini tak kunjung ditangani, korban bullying akan cenderung merasa cemas, depresi dan sering berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Namun peneliti menekankan bahwa risiko gangguan psikologis tak hanya menghantui korban bullying tapi juga pelakunya. Dengan kata lain baik pelaku maupun korban bullying akan mengalami penderitaan terburuk ketika beranjak dewasa.

"Kebanyakan riset hanya terfokus pada efek jangka pendek bullying. Tapi kami mengamati sejumlah anak hingga memasuki usia 20-an tahun untuk melihat adanya efek jangka panjang dari bullying. Lalu kami menemukan bahwa anak-anak yang pernah mengalami bullying saat kecil tampaknya berisiko mengalami sejumlah gangguan kecemasan ketika beranjak dewasa," ungkap peneliti William Copeland, asisten profesor di departemen psikiatri dan ilmu perilaku, Duke University di Dunham, NC.

"Jadi anak yang di-bully dan melakukan bullying terhadap anak lain tampaknya mengalami risiko terbesar dan paling buruk. Mereka akan cenderung depresi dan sering menyakiti dirinya sendiri ketika dewasa. Bisa dikatakan mereka akan mengalami dampak jangka panjang yang paling buruk," tambahnya seperti dilansir dari Health24, Jumat (22/2/2013).

Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mengumpulkan data lebih dari 1.400 anak yang ambil bagian dalam Great Smoky Mountain Study. Di awal studi, anak-anak dari North Carolina ini rata-rata berusia 9, 11 dan 13 tahun.

Setiap tahun partisipan dan orangtuanya menjalani sesi wawancara dengan peneliti hingga si anak berusia 16 tahun lalu pengamatan dilakukan secara berkala setelah itu. Dalam sesi wawancara, partisipan ditanya apakah pernah mengalami bullying atau melakukan bullying terhadap anak-anak lainnya. Dari situ diketahui 26 persen partisipan mengaku pernah di-bully dan 9,5 persen mengaku pernah mem-bully ataupun di-bully.

Bertahun-tahun kemudian ketika partisipan telah beranjak dewasa (awal usia 20-an tahun), peneliti kembali mewawancarai 1.200 orang dari mereka, terutama untuk mengetahui kondisi psikologis mereka. Hasilnya, partisipan yang pernah di-bully saat masih kanak-kanak dan partisipan yang pernah mem-bully dan di-bully berisiko lebih tinggi mengalami gangguan psikologis ketimbang orang dewasa muda yang tak pernah mengalami bullying.

Sebagian besar masalah psikologis yang dialami partisipan diantaranya gangguan depresi, gangguan kecemasan, mudah panik dan agoraphobia (penderita merasa khawatir tengah berada di dalam lingkungan yang membuat mereka sulit melarikan diri atau memperoleh bantuan untuk keluar dari masalah).

Bahkan partisipan yang pernah di-bully sekaligus melakukan bullying memiliki risiko kecemasan dan depresi lebih besar dari partisipan yang sekedar di-bully saja, termasuk paling rentan berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Orang yang biasa melakukan bullying juga berisiko mengidap gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder). Menurut US National Library of Medicine, gangguan ini adalah pola perilaku yang dimiliki seseorang untuk terus melakukan manipulasi, eksploitasi dan pelanggaran hak-hak orang lain.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter