-->

Hukum Adat Jaga Pesona Desa Suku Tengger

Ravictory.Travel/Indonesiaku - SUKU Tengger di Jawa Timur dikenal masih memegang teguh nilai-nilai luhur yang dianutnya sesuai hukum adat. Meski tidak tertulis, hukum ini sudah terpatri di benak mereka.

Salah satu desa Suku Tengger yang berada di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, adalah Desa Ngadas. Desa yang berada di ketinggian sekira 2.100 mdpl ini ditempati 1.800-an penduduk yang mayoritas berprofesi sebagai petani sayur. Secara administratif, desa ini masuk wilayah Kecamatan Poncokusumo.

Selain di Malang, desa-desa Suku Tengger tersebar di wilayah Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Jumlahnya mencapai belasan desa dan berada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Sebelum ada taman nasional, Suku Tengger sudah menempati kawasan tersebut sejak ratusan tahun lalu dan turut menjaga keseimbangan alam di sana. Mereka sangat bergantung kepada alam sehingga setiap upacara adat yang dilakukan selalu untuk memberikan penghormatan dan persembahan kepada alam. Bahkan, ada salah satu upacara adat yang dipimpin seorang dukun atau pemimpin upacara adat yang tujuannya mendoakan dan meminta maaf kepada alam, bumi, air, dan pepohonan karena setiap hari mereka memanfaatkannya.

Ada beberapa upacara adat yang diselenggarakan Suku Tengger, seperti upacara Karo dan Yadnya Kasada. Tak hanya itu, salah satu upacara adat yang diselenggarakan lima tahun sekali, dikenal dengan Unan-Unan, juga menyedot perhatian peneliti, wisatawan, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk menyaksikannya.

Seperti yang dilakukan warga Tengger di Desa Ngadas, mereka baru saja menggelar upacara Unan-Unan pada 30 Desember 2012 lalu. Upacara tersebut bertujuan memberikan sedekah kepada alam dan isinya, termasuk kepada mereka yang menjaga tempat-tempat, seperti sumber mata air, desa, serta tanah pertanian.

"Upacara ini juga untuk mendoakan agar penduduk diberi keselamatan dan mendapat kemudahan rizki," kata Dukun Ngatrulin (80), saat ditemui Ravictory di rumahnya, baru-baru ini.

Dukun Ngatrulin sendiri telah menjadi pemimpin upacara adat sejak 1955. Dia menjelaskan, sebelum persembahan dibawa ke Sanggar Pamujaan sebagai tempat sesaji, beragam aneka sesaji, seperti kepala kerbau yang dilengkapi 100 buah tumpeng beserta isinya yang dibungkus daun tlotok, diarak dari rumah Kepala Desa Ngadas. Arak-arakan ini dipimpin sang dukun, kades, dan orang yang dihormati serta diikuti seluruh penduduk dan diiringi tetabuhan.

Setelah sampai di Sanggar, satu persatu sesaji dibacakan mantra oleh sang dukun. Sebelumnya, riwayat atau sejarah upacara adat Unan-Unan juga diceritakan oleh dukun dan didengarkan secara hikmat oleh penduduk. Setelah semua sesaji dibacakan mantra, sesaji tersebut kemudian dibagikan kepada penduduk dan menjadi rebutan. Meski demikian, raut muka bahagia dan lega bisa dilihat di wajah mereka selepas menggelar upacara adat ini.

Selepas uapacara di Sanggar Pamujaan, semua penduduk dipersilakan datang ke rumah Kepala Desa untuk menggelar Kauman atau makan-makan bersama. Suasana saling menghormati dan keakraban pun tercipta dan menjadi daya tarik tersendiri.

Bahkan, Kepala Desa Ngadas Kartono mempersilakan para tamu untuk ikut dalam acara Kauman dan tidak boleh menolak karena dianggap tidak sopan serta akan menyinggung perasaan mereka. "Masyarakat Ngadas lebih patuh kepada hukum adat dan menjunjung tinggi kejujuran," katanya.

Tidak hanya perilaku dan upacara adat yang menjadi daya tarik. Pemandangan sawah di lereng-lereng perbukitan dan puncak Gunung Semeru bisa wisatawan saksikan dari desa ini. Panorama terbit dan tenggelamnya matahari dan lalu-lalang gadis Tengger dengan ciri khas sarung yang diikatkan juga menambah betah wisatawan tinggal di desa yang penuh pesona ini.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter