-->

Kualitas pendidikan terbaik itu ada di Finlandia

[www.ravictory.blogspot.com] ~ Sudah pernah ke negara Finlandia? Sebuah negara kecil di
Eropa dengan ibukota Helsinki, yang lebih dikenal karena
produk ponsel ternama di dunia, Nokia. Dan, tahukah Anda?
Negeri yang juga pernah menjadi tuan rumah perundingan
damai antara Indonesia dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) ini
ternyata merupakan negara dengan peringkat pertama
kualitas pendidikan terbaik di dunia, bukan Amerika Serikat,
Jerman atau Jepang. Amerika Serikat bahkan hanya
menduduki peringkat ke 17.

Hasil ini diperoleh melalui survei internasional pada tahun
2006 oleh Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD). Organisasi ini melakukan survey melalui
sebuah tes yang diberi nama PISA (Programme for
International Student Assesment) yang mengukur kemampuan
siswa dalam bidang sains, matematika dan membaca. Yang
lebih hebat lagi, negara ini tidak hanya mempunyai
keunggulan dalam bidang akademis saja, tetapi juga bisa
berhasil mendidik anak-anak lemah mental menjadi pintar dan
cerdas secara akademis. Jadi, apa yang membuat Finlandia
negara peringkat nomer satu di dunia?

Anggaran pendidikan Finlandia memang tidak sebesar negara-
negara lain di Eropa. Siswa disini tidak diberi jam tambahan
belajar, seperti di Indonesia yang setiap mendekati ujian selalu
ada jam tambahan belajar. Tidak menerapkan disiplin ala
militer, tidak mencecar siswa dengan berbagai macam tes
dan rata-rata jam belajar di Finlandia cuma 30 jam per
minggu, kalah jauh dari Korea Selatan yang berada di
peringkat kedua dengan rata-rata siswanya menghabiskan 50
jam belajar per minggunya. Siswa di Finlandia mulai masuk
sekolah umur 7 tahun, usia yang lambat dibanding negara-
negara lain.

Terus apa kunci sukses Finlandia dalam menyelenggarakan
sistem pendidikan? Jawabannya terletak pada kemandirian
siswa dan kualitas pengajar (Guru). Guru-guru disini harus
mempunyai kualitas dan pelatihan metode kurikulum yang
terbaik. Guru diberi keluasaan dan kebebasan untuk menyusun
metode kurikulum yang sesuai dengan kemauannya.

Walaupun gaji guru tidaklah terlalu tinggi atau kurang
memadai, tapi profesi guru di Finlandia sangatlah dihormati
dan dihargai oleh pemerintah dan masyarakat, selain itu
mengajar adalah karir prestisius di Finlandia. Proses untuk
menjadi guru juga sangat ketat, setelah lulus dari sekolah
menengah, calon siswa terbaik langsung mendaftar di
fakultas pendidikan. Dan yang diterima cuma 1 banding 7 atau
hanya yang terbaik yang ditampung masuk di fakultas
pendidikan calon guru. Tidak hanya sampai disitu saja, untuk
diterima menjadi seorang guru, harus masuk peringkat 10
besar di fakultas pendidikan.

Kalau negara lain termasuk Indonesia menerapkan berbagai
macam tes dan evaluasi nilai ujian untuk mengetahui kualitas
pendidikan, Finlandia tidaklah demikian. Sistem pendidikan di
negara ini tidak mengenal ujian semester bahkan ujian
nasional. Setiap siswa diuji hanya untuk mata pelajaran yang
dikuasainya saja dan diberi jadwal ujian sesuai dengan
keinginan siswa tersebut. Dengan kata lain guru memberi
otonomi khusus kepada setiap siswanya. Membuat suasana
belajar jadi santai dan fleksibel, tidak ada rasa tertekan. Dan
siswa yang lambat akan lebih banyak mendapat dukungan
intensif.

Dengan sistem inilah Finlandia berhasil berada di posisi teratas
negara yang sangat berhasil dalam mengelola sistem
pendidikan nasional. Angka drop out atau ketidaklulusan
berkisar hanya 2 persen per tahunnya. Pemerintah Finlandia
tidak pernah mengintervensi sistem kurikulum yang dibuat
sendiri oleh guru. Karena guru bertanggung jawab penuh
terhadap kurikulum yang disusunnya. Para guru juga tidak
dibebani target untuk menyelesaikan bahan pelajarannya, tapi
bahan pelajaran itu disesuaikan dengan kebutuhan setiap
siswa masing-masing. Siapapun presiden dan menteri
pendidikan Finlandia, walaupun selalu berganti, tidak akan
berpengaruh terhadap sistem pendidikannya. Beda dengan di
Indonesia, berganti menteri pendidikan ganti juga kurikulum,
sampai buku pelajarannya. Karena sesungguhnya fungsi
pemerintah hanyalah memajukan pendidikan dari segi legalitas
dan finansial saja.

Sistem ini sangat menguntungkan para guru disana, karena
tidak terpengaruh dengan suasana politik apapun yang
sedang terjadi dalam pemerintahannya. Pemerintah Finlandia
menerapkan pendidikan gratis selama 12 tahun. Tidak ada
jenjang SD dan SMP seperti di Indonesia, tapi 12 tahun lulus
langsung mendapat ijasah setara SMU. Kalau di Indonesia
setiap ganti pelajaran berganti guru, maka di Finlandia, setiap
kelas akan diisi oleh 3 guru dan tidak pernah berganti. Dua
guru difungsikan sebagai guru mata pelajaran sedangkan satu
guru lagi sebagai pengawas dan pembimbing program studi.
Jadi selama 12 tahun, 3 guru itu saja yang selalu menemani
kita belajar. Waktu yang lama tersebut membuat guru sudah
memahami karakter para siswanya. Guru juga dilarang
mengkritik pekerjaan siswanya, karena akan membuat siswa
malu. Jika salah, siswa diminta untuk membandingkannya
dengan nilai dia sebelumnya, bukan dibandingkan dengan nilai
siswa lain.

Bagaimana dengan situasi pendidikan di Indonesia? Memang
sangat jauh berbeda, pendidikan nasional kita masih dicampuri
dengan urusan politik dalam negeri. Ujian Akhir Nasional yang
dijadikan tolak ukur kelulusan siswa, malah membuat siswanya
tertekan. Bahkan ada sekolah yang dijaga Polisi dan
memasang CCTV saat ujian berlangsung, jelas sangat
mengganggu psikologis siswa. Setiap menjelang ujian semester
maupun ujian nasional, siswa dibebani tugas pekerjaan rumah
yang menumpuk, yang malah mengganggu konsentrasi
jelang ujian serta tambahan jam belajar atau les yang juga
menguras energi bahkan kantong para orang tua. Begitulah
cermin pendidikan kita, siswa tidak dididik untuk berkreasi
sesuai kemauan mereka. Siswa terlalu ditekan tanpa bisa
berkreativitas.

Mengembalikan guru di posisi yang dihormati seperti jaman
orang tua kita dulu sepertinya merupakan langkah awal yang
baik. Dalam bahasa Jawanya Guru Digugu lan ditiru. Biarkan
guru menyusun kurikulumnya sendiri tanpa campur tangan
pemerintah. Gratiskan biaya pendidikan. Pos guru juga harus
diisi dari lulusan terbaik, bukan dari tenaga honorer yang
cuma modal jam terbang saja. Guru jangan hanya menuntut
gajinya naik tiap tahun, tapi pastikan juga kinerjanya bagus.
Mutu pendidikan yang rendah hanya akan menghasilkan
generasi muda yang suka tawuran, hura-hura dan menambah
pengangguran. Siswa yang tawuran adalah penyebab dari
tertekan secara psikologis di kelas, akhirnya melampiaskan rasa
tertekan mereka dengan tawuran. Tekanan hanya untuk
menghasilkan sekadar nilai bagus lewat jalur ujian nasional
harus dihilangkan. Walaupun UAN punya tujuan yang baik,
menjadi standar kelulusan, tapi dilihat data di atas kita sudah
tahu mana yang lebih bermutu, antara belajar dengan
tekanan atau belajar yang menyenangkan.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter