-->

Terlalu Bahagia atau Sedih Bikin Jadwal Fitnes Berantakan

Mungkin banyak yang mengira jika orang yang bahagia akan cenderung lebih rajin dan intens untuk berolahraga. Tapi jawabannya belum tentu. Menurut sebuah studi, orang yang kondisi pikirannya lebih netral (tidak terlalu bahagia atau sedih) lebih cenderung rajin berolahraga ketimbang orang yang tengah mengalami perasaan tertentu.

Bahkan jika seseorang merasakan sedih atau emosi negatif lainnya maka hal itu dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi seseorang untuk memutuskan berolahraga atau tidak.

Awalnya, peneliti membagi 153 partisipan mahasiswa ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama diminta menonton sebuah segmen dari acara TV 'America's Funniest Home Videos', kelompok kedua menonton sebuah adegan sedih dari film 'Marley & Me' dan kelompok ketiga menonton sebuah klip dari film dokumenter tentang bisnis. Setiap video dirancang untuk membantu partisipan memunculkan mood positif, negatif atau netral.

8-10 Menit kemudian atau setelah video-videonya selesai ditonton, partisipan diminta mengerjakan sebuah kuesioner yang menanyakan tentang tingkat kebugaran mereka, di antaranya seberapa rutin partisipan berolahraga dan seberapa sering partisipan ingin aktif melakukan latihan fisik.

Survei tersebut juga mencantumkan sejumlah pertanyaan yang dirancang khusus untuk mengetahui apakah menonton video-video yang diberikan peneliti membuat partisipan merasa bahagia, sedih atau biasa-biasa saja. Hasilnya, hampir 72 persen partisipan dilaporkan melakukan aktivitas olahraga selama tiga hari terakhir dan dua-pertiga partisipan diketahui berolahraga sedikitnya tiga kali dalam seminggu. Menurut peneliti, itu adalah tingkatan aktivitas tertinggi yang ditemukan peneliti dari survei tersebut.

Namun setelah menanyai partisipan terkait keinginannya untuk berolahraga, peneliti menduga bahwa partisipan yang bahagia akan lebih banyak mengatakan jika mereka berencana untuk berolahraga ketimbang partisipan yang netral atau sedih. Kendati begitu, partisipan yang menonton video lucu mengaku mereka lebih malas merencanakan aktivitas fisik daripada kelompok netral. Bahkan partisipan yang menonton video sedih terhitung paling malas atau memiliki keinginan yang paling lemah untuk berolahraga.

"Studi kami menemukan terlepas apapun kondisi emosionalnya, orang akan cenderung percaya bahwa olahraga itu perilaku yang seharusnya mereka rutin jalani. Meski begitu, ketika membuat keputusan yang lebih emosional maka mereka cenderung melawan kepercayaan ini dan memutuskan bahwa aktivitas lainnya lebih menarik ketimbang olahraga," terang peneliti Jennifer Catellier dari John Carroll University, University Heights, Ohio, AS.

"Jadi ada kemungkinan menonton video yang membuat mereka merasa bahagia telah mengalihkan perhatian orang-orang itu, sekaligus mendorong mereka untuk mempertimbangkan aktivitas atau perilaku lain yang tidak begitu aktif," lanjutnya.

Tapi di sisi lain, Catellier juga mengungkapkan bahwa perasaan sedih tampaknya juga menekan sikap dan pandangan seseorang terhadap olahraga. Artinya olahraga tampak tidak terlalu bermanfaat bagi mereka seperti halnya orang yang bahagia. Dengan kata lain, orang-orang yang sedih takkan mau berolahraga.

Terakhir, orang yang berada pada situasi emosi yang netral masih bisa dikatakan bahagia tapi belum terpapar rangsangan emosional yang dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk berolahraga. "Orang-orang ini akan cenderung membuat keputusan yang lebih bijaksana daripada orang-orang yang diminta menonton video bahagia atau sedih," tandas Catellier seperti dikutip dari livescience, Jumat (25/1/2013).

Kesimpulannya, terkadang emosi, baik itu negatif atau positif, akan mencegah seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku yang bermanfaat bagi kesehatannya seperti olahraga. Studi ini juga menemukan bahwa emosi negatif memainkan peranan yang lebih kuat untuk mensabotase niat seseorang untuk berolahraga dibandingkan perasaan bahagia yang justru meningkatkan kecenderungan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik.

"Orang tak seharusnya membiarkan perasaan negatif atau positif yang dialaminya mencegah mereka melakukan aktivitas positif seperti olahraga. Mungkin tidak mudah tapi mendasarkan keputusan pada informasi dan wawasan, tidak hanya sekedar karena perasaan atau emosi, akan membantu seseorang membuat keputusan yang lebih baik demi kesehatannya," saran Catellier.

Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Psychology of Sport and Exercise.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter