Hotel dan hostel sudah menjamur di kawasan Kota Yogya sehingga tidak sulit bagi wisatawan untuk menginap saat melancong ke sana. Namun cobalah menginap di homestay rumah adat Joglo dan dapatkan pengalaman yang berbeda.
Libur panjang Maret tahun lalu saya berlibur ke Kota Yogyakarta. Itu bukan kunjungan pertama saya ke kota yang memiliki sebutan Kota Gudeg tersebut. Namun setiap kali pergi pasti ada saja cerita berbeda yang bisa diambil.
Tempat-tempat tujuan wisata di Yogya tentu tak jauh-jauh dari Kawasan Malioboro, Pasar Beringharjo, Keraton ataupun yang lainnya. Saya dan teman lainnya pun mengunjungi lagi tempat-tempat tersebut, dan ditambah Borobudur.
Yang berbeda adalah tempat kami menginap. Bukan di hostel atau hotel tapi di homestay. Ya, buat saya di tempat ini memang lebih nyaman dan seperti berada di rumah.
Nama tempatnya adalah Pendopo Joglo Jago, yang beralamat di Wiro Saban Barat No 3. Dari namanya saja sudah tertebak bukan di mana bedanya? Apa sisi asli dari tempat ini? Ya, seperti diketahui, rumah adat Yogyakarta itu namanya Joglo.
Tempat ini, ketika di sana saya baru tahu, ternyata dimiliki oleh seorang artis dalam segala bentuk kesenian. Bagi yang mengetahui siapa Kantata Taqwa pasti tak asing dengan nama ini yaitu Sawung Jabo.
Sempat merasakan kesan yang sangat jelek dengan tempat ini. Bagaimana tidak? Begitu kami tiba di depan Joglo Jago pada malam hari, kami menemukan sebuah pagar besar yang terbuat dari bambu tertutup rapat. Cara membukanya pun sangat tradisional, diangkat dengan tangan agar tak terhalang tanah di bagian bawahnya.
Tetapi saat pagar terbuka, saya langsung tahu kenapa dibuat pagar seperti itu. Nuansa seni benar-benar terasa. Ada banyak lukisan, patung-patung, dan berbagai hal yang berhubungan dengan dunia kesenian. Apakah kalian pikir sudah selesai sampai di situ ceritanya? Tentu belum!
Paginya, entah karena suasananya yang sejuk atau sudah merasa puas tidur, saya terbangun lebih awal dari biasanya. Saya pun memutuskan untuk jalan-jalan keluar, dan saya bertemu dengan ibu yang menyambut kami semalam.
Setelah saling bercerita, saya tahu ibu ini adalah istri seorang pelukis kondang bernama Sudargono, atau lebih dikenal dengan nama Gono. Beliau bercerita tentang banyak hal, termasuk tentang ayah mertua dan putrinya yang adalah pelukis.
Wah! 3 Generasi pelukis, sungguh hebat! Pak Sudargono adalah anak dari seorang pelukis hebat bernama Sudarso. Dalam waktu kurang dari 1 jam saya merasa wawasan sangat terbuka tentang dunia lukis itu sendiri.
Seingat saya, waktu itu ibu menjelaskan kalau ayah mertuanya adalah pelukis kontemporer. Sedangkan suaminya adalah pelukis abstrak, nah untuk anaknya, saya lupa alirannya apa.
Saya ditunjukkan ibu hasil karya ke-3 generasi ini, keren-keren semua. Walau saya tak mengerti betul dengan lukisan tapi saya bisa merasakan keindahannya. Saat itu juga kami sempat salaman dengan Pak Gono dan melihat langsung Gono Art Studio.
Di atas meja, saya menemukan foto Oppie Andaresta yang lagi santai di Joglo Jago bersama suaminya serta ada rekan-rekan mereka lainnya. Tiba-tiba ibu langsung cerita asal muasal nama anak laki-laki dari Oppie.
Jadi konon katanya ada penjual yang sering lewat depan Joglo Jago dan akhirnya akrab dengan suami Oppie. Singkat cerita waktu Oppie melahirkan, suaminya ini menelepon ibu lalu bertanya nama apa yang cocok untuk anaknya. Si ibu langsung bilang, kasih nama Bejo saja yang notabene adalah sama dengan penjual yang akrab sama mereka.
Senangnya bisa menambah cerita yang berbeda dalam perjalanan kala itu. Malamnya setelah berpetualang seharian, kami disarankan Mba Candra untuk mencoba makanan di Warung Bu Ageng yang katanya dimiliki oleh Butet Kartarajasa. Beruntungnya kami, pas ke sana bertemu sama owner dan istrinya. Akhirnya kami foto-foto deh! Saya jadi terus berharap, semoga setiap liburan saya membawa cerita yang berbeda.
Post a Comment
Post a Comment
This Blog is DOFOLLOW, Well Please Comment and are not included in spam Thank You..
Cheers,
Admin