Bradford City mencapai final Piala Liga Inggris dan itu tentunya jadi sebuah pencapaian luar biasa dalam sejarah klub di sepakbola modern saat ini. Namun sayangnya cerita 'Cinderella' harus berakhir pahit di tangan Swansea City.
Memang ini bukan partai final pertama untuk klub yang didirikan tahun 1903 atau 110 tahun lalu itu, karena mereka pernah meraih trofi Piala FA namun itu pun di tahun 1911 di saat sepakbola belum mengenal yang namanya back pass, off-side atau kiper belum mengenakan sarung tangan saat itu.
Apalagi sejak terdegradasi dari Premier League tahun 2001, klub itu lebih banyak berkutat di kompetisi kasta kedua hingga keempat di Inggris dan bahkan sempat nyaris bangkrut sekitar tahun 2002. Maka dari itu musim ini ketika mereka berlaga di League Two, cerita indah bak kisah Cinderella mampu dibuat klub yang bermarkas di Coral Windows Stadium itu.
Mereka merangkainya di kompetisi Piala Liga Inggris ketika mereka memulainya dari babak pertama -- tak seperti tim-tim Premier League yang mendapat keistimewaan untuk langsung tampil di babal ketiga --. Dimulai dengan mengalahkan Notts County, lalu Watford dan Burton Albion.
Lalu di babak keempat ujian sesungguhnya baru ditemui anak asuh Phil Parkinson itu dengan menjajal Wigan Athletic dan menang lewat adu penalti di kandang The Latics. Di babak perempatfinal mereka diprediksi akan tersingkir karena bertemu raksasa Inggris, Arsenal, yang dua kali memenangi kompetisi ini. Luar biasanya adalah The Gunners disingkirkan lewat drama adu penalti setelah bermain imbang 1-1 selama 120 menit.
Kemudian yang jadi korban berikutnya adalah finalis tahun 2010, Aston Villa, di semifinal yang disungkurkan dengan agregat 4-3 usai menang 3-1 di leg pertama dan kalah 1-2 di leg kedua. Sayang cerita indah itu harus berakhir pahit setelah mereka benar-benar diremukkan tim Premier League lainnya Swansea dengan kekalahan telak lima gol tanpa balas.
Tak ada yang bisa dilakukan Bradford di laga itu karena mereka cuma dibiarkan melepaskan tiga tembakan sepanjang laga dan sialnya mereka harus mengakhiri laga dengan 10 pemain setelah kiper nomor satunya, Matt Duke, dikartu merah.
"Saya jelas sangat kecewa. Kami tidak mampu mengatasi tekanan di laga ini tapi Swansea adalah tim luar biasa. Kebobolan banyak gol tidak banyak membantu dan kami kehilangan kiper kami. Saya merasa seharusnya wasit memberinya kartu kuning," ujar Parkinson di BBC.
"Di saat skor sudah 3-0, saya rasa dia harusnya agak sedikit melunak, tapi kemudian mereka mencetak gol keempat dan seperti itulah adanya," sambungnya.
"Mungkin orang-orang yang menonton laga ini akan merasa kesal -- karena tidak seharusnya ada kartu merah. Apakah kami akan bisa melakukan comeback dan menang 5-4? Tidak. Kami kesulitan di laga itu tapi banyak tim Premier League yang kesulitan melawan Swansea," demikian Parkinson.
Post a Comment
Post a Comment
This Blog is DOFOLLOW, Well Please Comment and are not included in spam Thank You..
Cheers,
Admin