10) Argentina* 2-2 Inggris – Babak 16 Besar 1998
Tak banyak pertandingan yang bisa dikenang dalam tiga atau empat edisi Piala Dunia terakhir, tapi pertandingan ini menjadi salah satunya. Pembicaraan sebelum pertandingan banyak membahas soal balas dendam Inggris setelah tersingkir dari perempat-final 1986 akibat gol Tangan Tuhan Diego Maradona.
Tak banyak pertandingan yang bisa dikenang dalam tiga atau empat edisi Piala Dunia terakhir, tapi pertandingan ini menjadi salah satunya. Pembicaraan sebelum pertandingan banyak membahas soal balas dendam Inggris setelah tersingkir dari perempat-final 1986 akibat gol Tangan Tuhan Diego Maradona.
Dalam 16 menit, sudah terjadi tiga gol. Penalti Gabriel Batistuta membawa Argentina memimpin, tapi Alan Shearer berhasil menyamakan kedudukan. Pemain muda berusia 18 tahun bernama Michael Owen mencetak gol individual yang indah sebelum disamakan Argentina melalui Javier Zanetti.
David Beckham dikartumerah wasit pada babak kedua karena menendang Diego Simeone, gol Sol Campbell dianulir karena Shearer dianggap sudah melakukan pelanggaran terhadap Carlos Roa, dan pertandingan berujung pada adu penalti.
Seperti yang terjadi di Italia delapan tahun sebelumnya, Inggris kembali tidak beruntung. Paul Ince dan David Batty gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor setelah tendangan mereka dimentahkan Roa.
9) Jerman 0-2 Italia – Semi-Final 2006
Tak ada akhir pertandingan yang lebih dramatis dibandingkan pertandingan Jerman-Italia di Dortmund, 2006.
Dua raksasa Italia ini bertarung sengit selama 119 menit. Meski tak tercipta gol pada waktu normal, peluang bertebaran. Gianluigi Buffon mementahkan dua tendangan Bernd Schneider dan Lukas Podolski, sedangkan dua peluang Italia melalui Alberto Gilardino dan Gianluca Zambrotta menghantam tiang gawang.
Saat pertandingan seperti akan ditentukan melalui adu penalti, Fabio Grosso muncul dan melepaskan tendangan melengkung. Sontak, fans Italia bergembira. Selang beberapa detik kemudian, Alessandro del Piero menggandakan keunggulan Italia. Azzurri lolos ke final dan akhirnya mengalahkan Prancis melalui adu penalti untuk merebut gelar juara.
8) Hongaria 2-3 Jerman Barat – Final 1954
Magical Magyars asuhan Gusztav Sebes tampaknya tidak terkalahkan saat menghadapi Jerman Barat di final 1954 di Bern. Hongaria mengantungi rekor 31 partai tak terkalahkan, termasuk kemenangan 6-3 atas Inggris di Wembley. Hongaria merevolusi taktik sepakbola dengan sistem serangan yang dibangun empat pemain handal — Sándor Kocsis, József Bozsik, Nándor Hidegkuti, dan tentu saja Ferenc Puskas.
Hongaria mampu membukukan 17 gol hanya dalam dua pertandingan grup, termasuk kemenangan 8-3 atas lawan mereka di final. Jumlah tersebut ditambah kemenangan atas dua tim finalis 1950, Brasil dan Uruguay. Di final, mereka unggul dua gol dalam delapan menit dan kelihatannya kemenangan sudah di depan mata. Tapi, hujan turun dan cuaca berpihak kepada Jerman Barat.
Fritz Walter memimpin Jerman Barat meraih kejayaan. Gol Uwe Rahn pada menit ke-83 membalikkan keadaan 3-2 untuk Jerman Barat. Pasukan Sepp Herberger meraih gelar juara dan sampai saat ini pertandingan dikenang sebagai “Mukjizat di Bern”.
7) Brasil 4-2 Peru – Perempat-Final 1970
Estadio Jalisco di Guadalajara menjadi saksi pertemuan dua klub yang tampil mempesona selama Piala Dunia 1970. Pelatih Brasil, Mario Zagallo, berhadapan dengan bekas rekan setimnya, Didi, yang melatih Peru.
Brasil, yang akhirnya keluar sebagai juara, memainkan sepakbola menyerang sejak menit pembuka. Tendangan Pele menghantam tiang, sebelum Rivelino mencetak gol melalui tendangan kaki kiri. Tostao menaklukkan Luis Rubinos untuk menambah keunggulan Brasil. Satu lagi gol tercipta melalui Rivelino, tapi dianulir. Semuanya terjadi pada 20 menit pertama.
Peru tak menyerah. Mereka memiliki salah satu bek terbaik di Amerika Selatan saat itu, Hector Chumpitaz, dan gelandang trengginas Teofilo Cubillas. Alberto Gallardo berhasil mempertipis ketertinggalan Peru. Namun, Brasil mengembalikan keunggulan melalui Tostao, sebelum kembali dikejar Cubillas. Saat Peru mencoba mencari gol penyama kedudukan, Jairzinho menyelesaikan pertandingan dengan menciptakan gol keempat.
6) Portugal 5-3 Korea Utara – Perempat-Final 1966
Kekuatan Portugal saat itu mencerminkan kejayaan Benfica yang sedang merajai Eropa. Portugal mampu mengalahkan juara bertahan Brasil sebelum mencapai semi-final dan dikalahkan tuan rumah Inggris. Dua pemain bintang Portugal adalah Mario Coluna dan Eusebio, yang menjadi topskor turnamen dengan sembilan gol dan dianggap sebagai salah satu striker terbaik dunia.
Portugal memenangi seluruh tiga pertandingan grup dan mencetak total sembilan gol, termasuk menyisihkan Brasil. Pada babak delapan besar, Portugal tertinggal tiga gol dan berhasil membalas 5-3 — empat gol di antaranya dicetak Eusebio.
Korea Utara tampil sebagai tim kejutan turnamen. Mereka berhasil mencapai perempat-final berkat kemenangan bersejarah 1-0 atas Italia. Korea Utara kembali membuat kejutan dengan unggul tiga gol dalam 25 menit atas Portugal. Tapi mereka kurang pengalaman dan terus berupaya melancarkan serangan. Pada akhirnya, kepiawaian Eusebio memandu Portugal memenangkan pertandingan. Gol kelima Portugal dicetak Jose Augusto.
Kedua tim kembali bertemu di Piala Dunia kali ini.
5) Jerman Barat 3-3 Prancis – Semi-Final 1982
Tiga hari setelah partai Brasil-Italia yang penuh ketegangan, Spanyol ’82 juga menghadirkan partai klasik di babak semi-final. Kedua negara bertambah kuat seiring dengan berjalannya turnamen. Banyak pemain berkelas dunia yang tampil, seperti Michel Platini, Alain Giresse, Jean Tigana, Paul Breitner, Uli Stielike, dan Pierre Littbarski.
Littbarski membuka kedudukan, tapi disamakan penalti Platini. Pertandingan menghangat. Terjadilah salah satu kejadian paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia ketika kiper Jerman Barat Harald Schumacher merontokkan bek Prancis Patrick Battiston dalam suatu perebutan bola. Battiston terkapar tak sadarkan diri dengan dua giginya tanggal, sedangkan Schumacher lolos dari kartu merah — bahkan wasit tidak menilainya sebagai sebuah pelanggaran. Schumacher menjadi tokoh jahat di sisa Piala Dunia.
Pertandingan dilanjutkan hingga perpanjangan waktu. Prancis mampu mencetak dua gol melalui Marius Tresor dan Giresse. Sepertinya Les Bleus akan melaju ke final, tapi Jerman Barat menunjukkan ketangguhan mental dan berhasil membalikkan keadaan. Karl Heinz Rummenigge dan Klaus Fischer berhasil memaksa pertandingan diselesaikan melalui adu penalti.
Stielike gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor — dan sampai saat ini menjadi satu-satunya pemain Jerman (Barat) yang gagal di adu penalti. Namun, Schumacher mampu mematahkan eksekusi Didier Six dan Maxime Bossis untuk mengantarkan Jerman Barat ke babak puncak.
4) Jerman Barat 3-2 Inggris AET – Perempat-Final 1970
Piala Dunia 1970 dipenuhi partai-partai klasik dan tiga di antaranya masuk daftar ini. Salah satunya adalah laga perempat-final antara Jerman Barat dan Inggris di Leon, sekaligus ulangan final 1966.
Inggris masih diperkuat empat eksponen ’66 — Bobby Moore, Bobby Charlton, Martin Peters, dan Geoff Hurst — bermain baik pada sejam pertandingan. Mereka mampu unggul 2-0 melalui Alan Mullery dan Peters.
Tapi, seperti yang selalu terjadi dalam sejarah, jangan remehkan semangat Jerman. Franz Beckenbauer, Wolfgang Overath, dan Gerd Mueller adalah pemain andalan Helmut Schoen. Ketika Juergen Grabowski dimasukkan, arah pertandingan berbalik. Beckenbauer menghidupkan peluang Jerman Barat pada menit ke-68, sebelum Uwe Seeler menyamakan kedudukan melalui gol sundulan. Di babak perpanjangan waktu, Jerman Barat tak terhentikan. Mueller memastikan kemenangan Jerman Barat melalui gol jarak dekat pada menit ke-108.
3) Brasil 1-1 Prancis* – Perempat-Final 1986
Dalam taraf keterampilan bersepakbola, inilah Piala Dunia terbaik sepanjang masa. Prancis memiliki tim terhebat mereka yang beranggotakan Platini, Giresse, Tigana, dan Dominique Rocheteau yang sudah memasuki usia 30-an. Sementara itu, Socrates, Junior, dan Zico tampil untuk kali terakhir di Piala Dunia bersama Brasil.
Di bawah sengatan terik matahari, Brasil mampu unggul melalui Careca, tapi menyia-nyiakan serangkaian peluang menggandakan keunggulan. Prancis mampu menyamakan kedudukan melalui Platini. Kedua tim saling bertukar peluang untuk mencuri keunggulan. Publik stadion Guadalajara tak henti-hentinya menyorakkan nama Zico, yang duduk sebagai pemain cadangan. Tele Santana akhirnya goyah dan memasukkan Zico pada babak kedua. Brasil berhasil memperoleh hadiah penalti, tapi Zico gagal menaklukkan Joel Bats.
Pertandingan akhirnya ditentukan melalui adu penalti. Dua kapten tim, herannya, gagal menjalankan tugas. Socrates dan Platini. Prancis akhirnya sukses memetik kemenangan dan melaju ke babak empat besar.
2) Italia 4-3 Jerman Barat AET – Semi-Final 1970
Pertandingan ini terjadi pada 17 Juni 1970 dan dinobatkan sebagai “Pertandingan Abad Ini”. Saking bersejarahnya pertandingan ini, sebuah monumen dibangun di luar stadion Azteca, Mexico City, yang bertuliskan, “Stadion Azteca menyampaikan rasa hormat untuk tim Italia (4) dan Jerman (3), yang tampil di Piala Dunia 1970, ‘Pertandingan Abad Ini’.”
Sembilan puluh menit pertama pertandingan berlangsung dramatis, tapi tidak bisa dianggap sebagai “Pertandingan Abad Ini”. Italia unggul pada menit kedelapan melalui tendangan keras Roberto Boninsegna dan tampil bertahan. Jerman Barat terus menggedor. Bahkan Franz Beckenbauer tampil dengan tangan dibebat. Bek Karl-Heinz Schnellinger akhirnya mampu menyamakan kedudukan pada menit terakhir pertandingan.
Pertandingan di babak perpanjangan waktu sungguh tak terduga. Lima gol tercipta dalam 30 menit. Mueller membawa Jerman Barat unggul, tapi Tarcisio Burgnich dan Gigi Riva membalikkan kedudukan. Pada menit ke-110, Mueller kembali menyamakan kedudukan. Dari kick-off yang tercipta, Italia kembali unggul melalui Gianni Rivera. Gol tersebut akhirnya menjadi penentu pertandingan yang berlangsung sangat mendebarkan itu.
1) Brasil 2-3 Italia – Babak Kedua Grup C 1982
Brasil edisi 1982 dianggap sebagai tim terbaik yang gagal menjuarai Piala Dunia. Pasukan Tele Santana dilengkapi sederetan pemain hebat semacam Leandro, Junior, Socrates, Falcao, Eder, dan pemain terbaik dunia Zico. Sebelum laga melawan Italia, Brasil mengantungi 13 gol dalam empat pertandingan melalui sepakbola Samba mereka. Selecao menjelma jadi calon kuat juara dunia dan hanya butuh seri untuk lolos ke semi-final.
Italia sebaliknya, tampil buruk pada awal turnamen dengan hanya bermain imbang pada babak pertama grup. Setelah didera kritik media, mereka menerapkan puasa bicara. Tanda-tanda peningkatan muncul ketika mengalahkan Argentina 2-1, tapi tak ada yang berani menjagokan mereka mampu menaklukkan Brasil dan keluar sebagai juara.
Paolo Rossi, kembali dari hiatus dua tahun, muncul sebagai pahlawan kemenangan dengan mempersembahkan hat-trick untuk Italia.
Azzurri mampu unggul dua kali, tapi berhasil disamakan Brasil melalui Socrates dan Falcao. Saat pertandingan tersisa 16 menit, Rossi membukukan gol kemenangan memanfaatkan situasi tendangan penjuru.
Pertandingan ini menggambarkan segalanya — peluang yang terbuang, aksi hingga akhir laga, penampilan individual dari Bruno Conti dan Falcao, kaus Zico yang robek karena ditarik Claudio Gentile, dianulirnya gol Italia yang seharusnya membuat mereka unggul 4-2, dan penyelamatan gemilang Dino Zoff dari peluang sundulan Oscar.
sumber: http://jelajahunik.blogspot.com/2010/12/10-laga-terbaik-sepanjang-sejarah-sepak.html
David Beckham dikartumerah wasit pada babak kedua karena menendang Diego Simeone, gol Sol Campbell dianulir karena Shearer dianggap sudah melakukan pelanggaran terhadap Carlos Roa, dan pertandingan berujung pada adu penalti.
Seperti yang terjadi di Italia delapan tahun sebelumnya, Inggris kembali tidak beruntung. Paul Ince dan David Batty gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor setelah tendangan mereka dimentahkan Roa.
9) Jerman 0-2 Italia – Semi-Final 2006
Tak ada akhir pertandingan yang lebih dramatis dibandingkan pertandingan Jerman-Italia di Dortmund, 2006.
Dua raksasa Italia ini bertarung sengit selama 119 menit. Meski tak tercipta gol pada waktu normal, peluang bertebaran. Gianluigi Buffon mementahkan dua tendangan Bernd Schneider dan Lukas Podolski, sedangkan dua peluang Italia melalui Alberto Gilardino dan Gianluca Zambrotta menghantam tiang gawang.
Saat pertandingan seperti akan ditentukan melalui adu penalti, Fabio Grosso muncul dan melepaskan tendangan melengkung. Sontak, fans Italia bergembira. Selang beberapa detik kemudian, Alessandro del Piero menggandakan keunggulan Italia. Azzurri lolos ke final dan akhirnya mengalahkan Prancis melalui adu penalti untuk merebut gelar juara.
8) Hongaria 2-3 Jerman Barat – Final 1954
Magical Magyars asuhan Gusztav Sebes tampaknya tidak terkalahkan saat menghadapi Jerman Barat di final 1954 di Bern. Hongaria mengantungi rekor 31 partai tak terkalahkan, termasuk kemenangan 6-3 atas Inggris di Wembley. Hongaria merevolusi taktik sepakbola dengan sistem serangan yang dibangun empat pemain handal — Sándor Kocsis, József Bozsik, Nándor Hidegkuti, dan tentu saja Ferenc Puskas.
Hongaria mampu membukukan 17 gol hanya dalam dua pertandingan grup, termasuk kemenangan 8-3 atas lawan mereka di final. Jumlah tersebut ditambah kemenangan atas dua tim finalis 1950, Brasil dan Uruguay. Di final, mereka unggul dua gol dalam delapan menit dan kelihatannya kemenangan sudah di depan mata. Tapi, hujan turun dan cuaca berpihak kepada Jerman Barat.
Fritz Walter memimpin Jerman Barat meraih kejayaan. Gol Uwe Rahn pada menit ke-83 membalikkan keadaan 3-2 untuk Jerman Barat. Pasukan Sepp Herberger meraih gelar juara dan sampai saat ini pertandingan dikenang sebagai “Mukjizat di Bern”.
7) Brasil 4-2 Peru – Perempat-Final 1970
Estadio Jalisco di Guadalajara menjadi saksi pertemuan dua klub yang tampil mempesona selama Piala Dunia 1970. Pelatih Brasil, Mario Zagallo, berhadapan dengan bekas rekan setimnya, Didi, yang melatih Peru.
Brasil, yang akhirnya keluar sebagai juara, memainkan sepakbola menyerang sejak menit pembuka. Tendangan Pele menghantam tiang, sebelum Rivelino mencetak gol melalui tendangan kaki kiri. Tostao menaklukkan Luis Rubinos untuk menambah keunggulan Brasil. Satu lagi gol tercipta melalui Rivelino, tapi dianulir. Semuanya terjadi pada 20 menit pertama.
Peru tak menyerah. Mereka memiliki salah satu bek terbaik di Amerika Selatan saat itu, Hector Chumpitaz, dan gelandang trengginas Teofilo Cubillas. Alberto Gallardo berhasil mempertipis ketertinggalan Peru. Namun, Brasil mengembalikan keunggulan melalui Tostao, sebelum kembali dikejar Cubillas. Saat Peru mencoba mencari gol penyama kedudukan, Jairzinho menyelesaikan pertandingan dengan menciptakan gol keempat.
6) Portugal 5-3 Korea Utara – Perempat-Final 1966
Kekuatan Portugal saat itu mencerminkan kejayaan Benfica yang sedang merajai Eropa. Portugal mampu mengalahkan juara bertahan Brasil sebelum mencapai semi-final dan dikalahkan tuan rumah Inggris. Dua pemain bintang Portugal adalah Mario Coluna dan Eusebio, yang menjadi topskor turnamen dengan sembilan gol dan dianggap sebagai salah satu striker terbaik dunia.
Portugal memenangi seluruh tiga pertandingan grup dan mencetak total sembilan gol, termasuk menyisihkan Brasil. Pada babak delapan besar, Portugal tertinggal tiga gol dan berhasil membalas 5-3 — empat gol di antaranya dicetak Eusebio.
Korea Utara tampil sebagai tim kejutan turnamen. Mereka berhasil mencapai perempat-final berkat kemenangan bersejarah 1-0 atas Italia. Korea Utara kembali membuat kejutan dengan unggul tiga gol dalam 25 menit atas Portugal. Tapi mereka kurang pengalaman dan terus berupaya melancarkan serangan. Pada akhirnya, kepiawaian Eusebio memandu Portugal memenangkan pertandingan. Gol kelima Portugal dicetak Jose Augusto.
Kedua tim kembali bertemu di Piala Dunia kali ini.
5) Jerman Barat 3-3 Prancis – Semi-Final 1982
Tiga hari setelah partai Brasil-Italia yang penuh ketegangan, Spanyol ’82 juga menghadirkan partai klasik di babak semi-final. Kedua negara bertambah kuat seiring dengan berjalannya turnamen. Banyak pemain berkelas dunia yang tampil, seperti Michel Platini, Alain Giresse, Jean Tigana, Paul Breitner, Uli Stielike, dan Pierre Littbarski.
Littbarski membuka kedudukan, tapi disamakan penalti Platini. Pertandingan menghangat. Terjadilah salah satu kejadian paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia ketika kiper Jerman Barat Harald Schumacher merontokkan bek Prancis Patrick Battiston dalam suatu perebutan bola. Battiston terkapar tak sadarkan diri dengan dua giginya tanggal, sedangkan Schumacher lolos dari kartu merah — bahkan wasit tidak menilainya sebagai sebuah pelanggaran. Schumacher menjadi tokoh jahat di sisa Piala Dunia.
Pertandingan dilanjutkan hingga perpanjangan waktu. Prancis mampu mencetak dua gol melalui Marius Tresor dan Giresse. Sepertinya Les Bleus akan melaju ke final, tapi Jerman Barat menunjukkan ketangguhan mental dan berhasil membalikkan keadaan. Karl Heinz Rummenigge dan Klaus Fischer berhasil memaksa pertandingan diselesaikan melalui adu penalti.
Stielike gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor — dan sampai saat ini menjadi satu-satunya pemain Jerman (Barat) yang gagal di adu penalti. Namun, Schumacher mampu mematahkan eksekusi Didier Six dan Maxime Bossis untuk mengantarkan Jerman Barat ke babak puncak.
4) Jerman Barat 3-2 Inggris AET – Perempat-Final 1970
Piala Dunia 1970 dipenuhi partai-partai klasik dan tiga di antaranya masuk daftar ini. Salah satunya adalah laga perempat-final antara Jerman Barat dan Inggris di Leon, sekaligus ulangan final 1966.
Inggris masih diperkuat empat eksponen ’66 — Bobby Moore, Bobby Charlton, Martin Peters, dan Geoff Hurst — bermain baik pada sejam pertandingan. Mereka mampu unggul 2-0 melalui Alan Mullery dan Peters.
Tapi, seperti yang selalu terjadi dalam sejarah, jangan remehkan semangat Jerman. Franz Beckenbauer, Wolfgang Overath, dan Gerd Mueller adalah pemain andalan Helmut Schoen. Ketika Juergen Grabowski dimasukkan, arah pertandingan berbalik. Beckenbauer menghidupkan peluang Jerman Barat pada menit ke-68, sebelum Uwe Seeler menyamakan kedudukan melalui gol sundulan. Di babak perpanjangan waktu, Jerman Barat tak terhentikan. Mueller memastikan kemenangan Jerman Barat melalui gol jarak dekat pada menit ke-108.
3) Brasil 1-1 Prancis* – Perempat-Final 1986
Dalam taraf keterampilan bersepakbola, inilah Piala Dunia terbaik sepanjang masa. Prancis memiliki tim terhebat mereka yang beranggotakan Platini, Giresse, Tigana, dan Dominique Rocheteau yang sudah memasuki usia 30-an. Sementara itu, Socrates, Junior, dan Zico tampil untuk kali terakhir di Piala Dunia bersama Brasil.
Di bawah sengatan terik matahari, Brasil mampu unggul melalui Careca, tapi menyia-nyiakan serangkaian peluang menggandakan keunggulan. Prancis mampu menyamakan kedudukan melalui Platini. Kedua tim saling bertukar peluang untuk mencuri keunggulan. Publik stadion Guadalajara tak henti-hentinya menyorakkan nama Zico, yang duduk sebagai pemain cadangan. Tele Santana akhirnya goyah dan memasukkan Zico pada babak kedua. Brasil berhasil memperoleh hadiah penalti, tapi Zico gagal menaklukkan Joel Bats.
Pertandingan akhirnya ditentukan melalui adu penalti. Dua kapten tim, herannya, gagal menjalankan tugas. Socrates dan Platini. Prancis akhirnya sukses memetik kemenangan dan melaju ke babak empat besar.
2) Italia 4-3 Jerman Barat AET – Semi-Final 1970
Pertandingan ini terjadi pada 17 Juni 1970 dan dinobatkan sebagai “Pertandingan Abad Ini”. Saking bersejarahnya pertandingan ini, sebuah monumen dibangun di luar stadion Azteca, Mexico City, yang bertuliskan, “Stadion Azteca menyampaikan rasa hormat untuk tim Italia (4) dan Jerman (3), yang tampil di Piala Dunia 1970, ‘Pertandingan Abad Ini’.”
Sembilan puluh menit pertama pertandingan berlangsung dramatis, tapi tidak bisa dianggap sebagai “Pertandingan Abad Ini”. Italia unggul pada menit kedelapan melalui tendangan keras Roberto Boninsegna dan tampil bertahan. Jerman Barat terus menggedor. Bahkan Franz Beckenbauer tampil dengan tangan dibebat. Bek Karl-Heinz Schnellinger akhirnya mampu menyamakan kedudukan pada menit terakhir pertandingan.
Pertandingan di babak perpanjangan waktu sungguh tak terduga. Lima gol tercipta dalam 30 menit. Mueller membawa Jerman Barat unggul, tapi Tarcisio Burgnich dan Gigi Riva membalikkan kedudukan. Pada menit ke-110, Mueller kembali menyamakan kedudukan. Dari kick-off yang tercipta, Italia kembali unggul melalui Gianni Rivera. Gol tersebut akhirnya menjadi penentu pertandingan yang berlangsung sangat mendebarkan itu.
1) Brasil 2-3 Italia – Babak Kedua Grup C 1982
Brasil edisi 1982 dianggap sebagai tim terbaik yang gagal menjuarai Piala Dunia. Pasukan Tele Santana dilengkapi sederetan pemain hebat semacam Leandro, Junior, Socrates, Falcao, Eder, dan pemain terbaik dunia Zico. Sebelum laga melawan Italia, Brasil mengantungi 13 gol dalam empat pertandingan melalui sepakbola Samba mereka. Selecao menjelma jadi calon kuat juara dunia dan hanya butuh seri untuk lolos ke semi-final.
Italia sebaliknya, tampil buruk pada awal turnamen dengan hanya bermain imbang pada babak pertama grup. Setelah didera kritik media, mereka menerapkan puasa bicara. Tanda-tanda peningkatan muncul ketika mengalahkan Argentina 2-1, tapi tak ada yang berani menjagokan mereka mampu menaklukkan Brasil dan keluar sebagai juara.
Paolo Rossi, kembali dari hiatus dua tahun, muncul sebagai pahlawan kemenangan dengan mempersembahkan hat-trick untuk Italia.
Azzurri mampu unggul dua kali, tapi berhasil disamakan Brasil melalui Socrates dan Falcao. Saat pertandingan tersisa 16 menit, Rossi membukukan gol kemenangan memanfaatkan situasi tendangan penjuru.
Pertandingan ini menggambarkan segalanya — peluang yang terbuang, aksi hingga akhir laga, penampilan individual dari Bruno Conti dan Falcao, kaus Zico yang robek karena ditarik Claudio Gentile, dianulirnya gol Italia yang seharusnya membuat mereka unggul 4-2, dan penyelamatan gemilang Dino Zoff dari peluang sundulan Oscar.
sumber: http://jelajahunik.blogspot.com/2010/12/10-laga-terbaik-sepanjang-sejarah-sepak.html
Post a Comment
Post a Comment
This Blog is DOFOLLOW, Well Please Comment and are not included in spam Thank You..
Cheers,
Admin